Dalam satu kesempatan, Sang Guru bercerita kepada para muridnya. Demikian kisah yang diceritakan beliau.
* * *
Suatu ketika, hiduplah seorang penenun ulung yang bertempat tinggal di Desa Khatulistiwa. Dia adalah penenun terbaik di desa tersebut. Semua orang memuji kain tenunnya sebagai yang terbaik, terhalus, dan tercantik.
Sang penenun adalah seorang yang sangat cermat. Ia hanya menggunakan benang pilihan sebagai bahan untuk membuat kain. Ia bekerja dengan tekun dan sungguh-sungguh.
Suatu hari, datanglah Raja dari ibukota kerajaan. Raja datang bersama dengan pengawal dan penasehatnya. Dalam kunjungan ke Desa Khatulistiwa, raja menyempatkan diri masuk ke rumah sang penenun. Raja mengambil sebuah kain dan memuji kain tenunan tersebut.
Alangkah bahagianya sang penenun mendengar pujian dari sang Raja. Hatinya bahagia. Perasaannya tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Saat Raja pulang, dibawanya salah satu kain penenun sebagai tanda mata. Sang penenun merasa bangga bahwa kain tenunannya mendapatkan tempat di hati sang Raja.
Lalu, mulailah dirinya diliputi dengan kesombongan. Ia tetap bekerja seperti biasa. Akan tetapi, setiap ada orang yang datang padanya, ia akan bercerita bahwa kain tenunannya adalah yang terbaik di seluruh desa. Ia mulai takabur dengan segala hasil pekerjaannya. Bahkan, dalam suatu kesempatan ia mengatakan bahwa ia ragu ada orang yang lebih hebat yang mampu menghasilkan kain sebaik dan seindah miliknya.
Suatu ketika, datanglah utusan dari Raja. Sang penenun diminta untuk menghadap dan membawa kain terbaik yang mampu dihasilkannya. Ia diberikan waktu 3 bulan untuk menyelesaikannya.
Alangkah bahagianya ia mendapat undangan Sang Raja. Ia lalu bekerja siang dan malam. Ia tak lagi menerima pesanan dari orang lain selama 3 bulan tersebut. Seluruh waktu ia fokuskan untuk menghasilkan kain yang sesempurna dan seindah mungkin.
Lalu mulailah sang penenun bekerja. Dipilihnya benang yang paling halus, diambilnya desain dan corak warna yang paling indah, dan disiapkan alatnya sebaik mungkin. Ia melakukan pekerjaannya dengan hati-hati. Ia mencurahkan segenap tenaga, rasa, dan pikirannya untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Lalu, datanglah waktu yang ditunggu. Ia datang dengan rasa yang gembira. Ia masuk ke istana kerajaan dengan wajah yang cerah.
Di dalam balairung kerajaan, sang penenun melihat banyak orang yang membawa kain. Ternyata, Sang Raja mengundang penenun terbaik dari seluruh negeri untuk datang ke istana dan membawa karya terbaik mereka. Tak kurang dari 100 orang berkumpul dan membawa karya mereka.
Dalam kesempatan itu, Sang Raja meminta semua kain dikumpulkan. Lalu, kain-kain tersebut dipajang di atas meja di balairung istana tersebut. Selanjutnya, Sang Raja mengucapkan terima kasih atas kedatangan mereka dan menjamu mereka semua selama seminggu penuh. Dalam waktu seminggu, kain-kain tersebut tetap dipajang di balairung dan semua penenun diperbolehkan untuk melihat karya yang terpajang di situ.
Sang penenun dari Desa Khatulistiwa tersebut tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dilihatnya satu per satu semua tenunan karya penenun lain. Ia perhatikan setiap detail tenunan, ia periksa setiap model dan corak, dan ia sentuh kain-kain tersebut dengan penuh perasaan.
Saat itu, runtuhlah segala kesombongannya. Ia yang dahulunya merasa bahwa ia yang terbaik di seluruh negeri tak bisa mengucapkan kata-kata lagi. Ia mengenali mana kain yang baik. Ia tahu bahwa kain-kain yang di depannya adalah mahakarya yang agung.
Sang penenun berkata kepada dirinya sendiri, "Ah, ternyata aku belum menjadi yang terbaik. Ternyata masih banyak penenun yang lebih ahli dariku. Aku harus belajar dan bekerja lebih tekun untuk mendapatkan hasil karya yang lebih baik."
Singkat cerita, pulanglah sang penenun dari kerajaan. Tiada ia membanggakan diri sebagai yang terbaik. Ia tetap bekerja dengan giat dan tekun. Bedanya, kini ia bersikap santun dan rendah hati. Ia meminta kritik kepada orang yang datang kepadanya. Ia sempatkan waktu untuk belajar lebih jauh lagi.
Beberapa tahun kemudian, sang penenun dinobatkan menjadi penenun terbaik dan ia diangkat sebagai pegawai kerajaan. Namun demikian, sang penenun tetap merasa rendah hati, dan ia selalu berkata dalam dirinya, "Ya, aku telah mengerjakan pekerjaanku dengan baik. Tetapi apakah hasilnya yang terbaik? Barangkali ya, barangkali juga tidak. Siapa tahu di luaran sana ada yang lebih baik dariku.
* * *
Demikianlah cerita sang Guru. Lalu, sang Guru memberikan pandangannya berkaitan dengan cerita tersebut.
"Anak-anakku sekalian, sang penenun adalah ibarat diri kalian. Saat diri kalian belajar dengan baik dan sungguh-sungguh, kalian akan mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang yang engkau pelajari."
"Apakah jika engkau sudah belajar dengan rajin engkau akan menjadi yang terbaik? Barangkali ya jika kalian hanya membandingkannya dengan lingkup yang sempit. Akan tetapi tidak jika kalian membandingkannya dengan dunia luar."
"Di dunia yang luas, ilmu berkembang. Kalian harus belajar dengan rajin, mengembangkan pemikiran, mencermati segi-segi pengetahuan, berguru kepada orang yang berbeda cara memandang, dan sebagainya."
"Meski di sini kalian sudah menyerap semua ilmu yang aku berikan, tetapi jika melihat dunia luar, kalian akan terkagum-kagum akan luasnya pengetahuan. Selalu ada yang lebih dibanding dirimu. Akan tetapi, teruslah belajar dan belajar sampai engkau menjadi ahli di bidangmu."
"Mungkin engkau akan bisa menjadi seperti sang penenun, menjadi yang terbaik dalam tenun-menenun sebagaimana penobatan Sang Raja. Bisakah menjadi seperti itu? Jawabnya bisa."
"Mari melihat sejarah umat manusia. Imam Syafii adalah yang terbaik di zamannya dalam bidang fiqih. Imam Bukhari adalah yang terbaik dalam bidang hadits. Imam Ghazali adalah pemikir keislaman terbaik pada zamannya. Einstein adalah yang terbaik dalam ilmu relativitasnya. Jalaluddin Rumi adalah sastrawan terbesar dalam dunia Islam. Tiada yang menyamai Shakespeare dalam drama-dramanya. Dan masih banyak contoh lainnya."
"Engkau bisa mencapai puncak tersebut dengan jalan mengerahkan seluruh kemampuan, pikiran, perasaan, dan tenaga. Lalu jika pun engkau tidak mampu mencapainya, janganlah khawatir karena engkau tetap menjadi bagian dari orang yang berpengetahuan."
"Namun jika kalian merasa sudah baik dan tidak mau mengembangkan diri, barangkali kalian akan ketinggalan. Ilmu semakin berkembang. Ada penambahan dan ada pengurangan. Untuk ilmu tertentu, ada kalanya usang dan harus digantikan dengan yang baru, seperti halnya ilmu teknologi yang terus berkembang. Lalu, jika kalian merasa menjadi yang terbaik dan berhenti belajar, apa yang terjadi? Kalian akan ketinggalan informasi dan kalian akan menjadi orang yang merugi."
Ditulis oleh Wifqi (www.wifqimedia.com)
Posting Komentar